Assalamualaikum…
Bismillahirrahmanirrahim…
“Seindah apapun
rencanamu, ingatlah bahwa masih ada yang lebih berhak atas hidupmu, ingatlah
bahwa masih ada Dia yang memilikimu secara mutlak, ingatlah bahwa rencana
indahmu masih bisa tumbang oleh KeputusanNya” - Anisa Ayumi-
Sore itu saya sedang bingsal. Juli 2010. Saya lupa
tanggalnya. Menunggu hasil seleksi beasiswa Akademi Kimia Analisis Bogor dan
pengumunan Poltekkes kemenkes Palembang. Jantung saya serasa bedegub lebih
cepat dari biasanya. “bund, apakah saya akan jadi salah satu orang yang
beruntung itu ya?” Tanya saya dengan suara agak parau. “kalau itu rezekimu,
Allah pasti kasih ke kamu nak” jawaban itu seperti hujan sekaligus salju,
nyaman dan menyejukkan hati saya. tapi tetap, tidak bisa menghilangkan “hal
ganjil” itu dari otak saya.
Pagi di minggu kedua bulan juli, di depan kantor kepala sekolah
SMA N 1 Buay madang saya menunggu kabar dari bapak Kepsek. Sejam kemudian degub
itu hilang, diganti dengan tangisan yang tandanya saya tidak lulus beasiswa
itu. Pulang dengan keadaan hati setengah hancur dan putus asa. “bagaimana saya
mau kuliah kalau nggak dapet beasiswa” pikir saya pesimis. Dirumah bunda
seperti sudah tau dengan kabar yang akan kau sampaikan. “Allah tau yang terbaik
untukmu nak”. Yah, memang benar seperti itu kiranya. Dan itu memang bukan Cuma teori.
Seminggu kemudian pengumuman Sipensimaru Poltekkes Kemenkes
Palembang. Dan kamu tahu, saya gagal lagi. Harapan itu seakan patah bahkan
hanyut terbawa ombak. “saya mau gimana lagi ini. coba kemarin ikut PMDK di UNY,
ambil sastra Indonesia”. Setidaknya saya tidak terlalu kecewa karena sudah
mencoba hal yang saya inginkan. Ini yang paling membuat hati saya hancur. Putus
asa sebelum mencoba.
Seminggu merapikan kepingan hati yang terburai kemana-mana,
sungguh sulit. Tapi saya yakin, ada bunda yang doanya tidak pernah putus untuk
saya. malam itu pukul 19.00, lagi-lagi menunggu pengumuman hasil tes SNMPTN
Universitas Sriwijaya. Saya memang hanya mengambil Universitas ini. karena
bunda tidak pernah mengizinkan saya keluar dari Sumatera Selatan. Takut kalau saya
Cuma bisa pulang setahun sekali katanya. Pukul 20.30 saya dapat Sort Message
Service (SMS) dari sahabat saya. “say… selamat ya kamu diterima di Teknik Kimia
Unsri!! Selamat ya. We proud of you :D” .” eh, ndul.. yang anak Unsri ya. Selamat
selamat…” hah? Ini bener? Bukan mimpi? Rasanya mungkin persis seperti pepatah kemarau setahun dibalas hujan sehari (maaf
kalau salah). Rasanya energy saya balik 50% lagi (tau kan alasannya apa?). “bundaaaa…
saya masuk unsri!!” ucapan syukur tidak berhenti terucap dari bibir bunda. Pipi
kanan-kiri sudah tidak ada sisa yang masih kosong. Dicium bertubi-tubi hingga
hampir ludes. :D
Tapi ternyata… hati saya tidak sebahagia itu. Bayangan Jurusan
Sastra Indonesia Universitas negeri Yogya itu masih jadi bayang-bayang
menggalaukan buat saya. bagaimana mungkin saya bisa menjalani hal yang tidak
saya suka.
“buat apa SMA di eksak kalau kuliah di Bahasa. Mau jadi apa
kamu?”.”saya suka nulis mbak, setidaknya saya mau menghasilkan uang dari hobby
saya, dengan wadah yang saya pilih. Kapan sih saya di kasih kebebasan untuk
menentukan hidup saya”. “kalau kamu masih ngotot mau kuliah di bahasa, kuliah
sendiri sono. Cari duit sendiri. Aku nggak mau biayain kamu”
Perdebatan itu selalu terngiang-ngiang di telinga saya. mau banting setir itu seperti tidak mungkin. Dan akhirnya memang
saya harus mengorbankan harapan saya. lagi-lagi harapan itu terkubur bersama
tanah basah dan hujan mulai perlahan menghanyutkannya hingga hilang tak
bersisa.
“bunda seneng banget kamu masuk unsri”. “kenapa bun?, kok
saya malah nggak terlalu ya”. “iya, tiap sujud bunda nggak pernah lepas doain
supaya kamu nggak diterima di Bogor atau Poltekkes. Bunda nggak bisa jauh dari
kamu”. Ternyata benar, jika Ibu sudah tidak meridhoi maka semuanya seperti
dipersulit oleh Allah. Jalan saya selalu buntu. Seperti mencari jalan keluar di
tengah labirin yang jalan keluarnya Cuma ada satu dan itu tersembunyi. Mendengar
pernyataan itu seperti terlempar dari galaxy biama sakti, tertabrak meteor dan
mendarat di matahari. Sakit, pedih, perih, panas. Ya seperti luka yang darahnya
masih mengalir lalu disiram garam, kemudian di panggang. Sakit luar biasa
merajam.
Sekali lagi ini bukan pilihan saya. bahkan sampai detik ini,
saya duduk di semester 5 dan belum menemukan apa yang saya butuhkan. Sense of Engineering itu belum ada di diri saya. saya masih
meneruskan hobi nulis saya. jiwa saya masih mengambang di sastra. Tapi tubuh
saya disini, di tempat yang saya rasa seperti penjara.
“kenapa kamu masuk tekim dek?” Tanya salah satu kakak
tingkat saya. “kejeblos kak”. “tekim itu apa sih dek?”. “nggak tau kak”. “kamu
masuk tekim karena mau kerja di perusahaan apa dek?”. “saya pengen jadi penulis
kak”. Kurang lebih ini jawaban saya setiap kali ditanya saya mau jadi apa?.
jawaban nya selalu sama. PENULIS.
Aneh, iya aneh memang. Pilihan saya selalu bertolak belakang
dengan apa yang saya mau. Pada akhirnya memang pilihan orang tua kadang menjadi
pondasi terbesar ketika hati saya bimbang, bahkan mungkin terkesan hakim untuk
hidup saya. sejauh ini saya masih belum nyaman dengan semuanya. LENTERA JIWA
saya tidak disini. Masih di lorong galap yang saya tidak tahu di sisi sebelah
mana ia diletakkanNya.
…Untuk bundaku
tersayang, maaf jika hati saya masih tidak disini. Maaf untuk 5 semster yang
tidak menghasilkan apa-apa. maaf untuk 2 tahun lebih yang belum bisa saya
dedikasikan untuk bunda. Maaf untuk semua hal yang tidak ikhlas saya kerjakan. Dan
maaf jika pilihan saya tetap saya perjuangkan…
Kelak, saya akan menuliskan semua cerita ini dalam lembaran
lembaran kehidupan yang bisa dibaca oleh semua orang. Yang akan terpampang di
etalase-etalase. Yang akan menginspirasi mereka untuk tidak melakukan hal yang
sama. Yang bisa di simpan oleh mereka, calon-calon malaikat kecil saya. InsyaAllah…
semangat ya :) semua akan indah pada waktunya :D
ReplyDelete-RR-