aku membiarkan matanya tak jua menemukan siluet ini dari sudut kelopak mataku. aku bukan tidak ingin dia tahu, atau aku yang terlalu lemah untuk berjalan menuju kabilah perasaannya yang satu, dua tiga, mulai memberatkanku untuk mendekat. tidak, Ray tidak punya seorang kekasih sejak aku mengenalnya lima tahun terakhir di jurusan Administrasi Negara ini. ya, kami sama-sama mahasiswa tingkat akhir. aku tercatat sebagai mahasiswi berprestasi, IPK ku nyaris mendekati angka finish. tapi untuk menyelesaikan gelar Sarjana saja aku masih berpikir seribu kali. urusanku sudah selesai. Skripsweet ku pun sudah kelar dari enam bulan yang lalu.
Ray...
satu alasan kenapa sampai sekarang aku masih berkutat dengan urusan kampus. aku berusaha menemaninya hingga ia pun mendapat gelar yang sama denganku disaat yang sama juga. dia tidak bodoh hingga menyelesaikan studi selama ini. bukan. dia hanya terlalu cinta dengan atom Carbon hingga mengoleksi rentetan Oktana. aku pun dengan senang hati menemaninya mengulang mata kuliah yang sama hingga semua nyaris A.
24 februari 2012, aku dan Ray resmi menjadi Sarjana Ilmu Politik. keinginanku mengenakan toga bersamanya sudah tercoret dari daftar rencana hidup. hanya saja aku tidak lagi Cumlaude bahkan dengan IPK 3,89. tapi tak apa, aku tidak menyesal, ini mauku, ini tujuanku.
"Ray, lepas ini mau kemana?" tanyaku di tengah ruang wisuda.
"ke bandung, Ran. nyari peruntungan disana. kamu?"
"aku nggak kemana-mana, Ray. tempat ini terlalu indah untuk di tinggalkan"
tidak ada percakapan selanjutnya. aku lebih banyak menatap wajahnya yang sebentar lagi akan hilang dari hari-hariku.
"andai aku bisa melakukan hal yang sama seperti sekarang, Ray. sayangnya aku terlalu ciut untuk itu"
"Ray... kamu jangan lupain aku ya. 5 tahun kita bersahabat sudah cukup membuatku hancur harus jauh dari temen berantem yang nyebelin kayak kamu" aku membuka percakapan dengan sedikit lara. semoga Ray tak menangkapnya dari mataku
"nggak akan pernah, Ran. kamu sahabat, teman, saudara terbaikku. jangan begitu. jarak membuat kita jauh. tapi perasaan dan emosi kita kasih sama kan?" bahkan dia tak tahu apa maksudku
aku hanya mengangguk. tanpa mengucap sepatah katapun. aku takut dia tahu bahwa aku sedang menahan tangis untuknya. sedikit mencoba bernego dengan hati yang tak jua paham bagaimana cara mengungkapkan.
Ray semakin jauh, punggungnya tak lagi mampu terlihat olehku. aku bahkan terlalu bodoh tidak meninggalkan setidaknya kata "maaf" padanya. aku hanya bisa menangis. itulah kemampuan terhebatku.
“aku sayang kamu, Ray. Tapi aku hanya bisa
menjagamu dari jauh karena aku tersingkir oleh orang2 yang lebih bisa membuatmu
bahagia”
Sincerely : @anisaAyumi
No comments:
Post a Comment