Friday, November 16, 2012

Maafin nisa, bapak...


“brakkk…” suara bantingan pintu terdengar begitu keras dari ruang tamu. Bapak datang sambil menarik kerudung anisa.
“lihat anakmu bu, sejak kapan dia punya baju teroris begini! Udik, kampungan, norak, apa kata tetangga nanti. Bikin malu keluarga. Dasar anak setan!” maki bapak dengan nada tinggi
“Demi Allah saya bukan teroris pak. Ini bukti taat saya sama Allah pak. Nisa bukan anak setan” jawab anisa sesenggukan
“arrgghhh… persetan! Durhaka kamu berani melawan bapak” tamparan keras dari tangan seorang lelaki pekerja keras itu tanpa ampun menyayat pipi anisa. Bukan hanya sekali, lebih dari dua kali.
“sudah pak, sudah, eling… anisa ini anak bapak” lerai ibu dengan pelukan hangat untuk anisa.
Tangisan anisa pecah di pelukan ibu. Pilu itu membuatnya hampir menyerah meyakinkan bapak. Sosok keras itu memang tidak pernah setuju dengan keputusan gadis itu hijrah ke pondok pesantren. Perubahan anisa justru disalah artikan oleh bapak.
“nisa bukan teroris bu. Nisa Cuma mau jadi soleha untuk ibu sama bapak. Nisa Cuma mau taat sama Allah bu. Nisa bukan pembangkang. Tolong bilang ke bapak bu...” tangis itu kemudian pecah bagai gemuruh dan hujan.
“ibu tau nduk. Bapakmu memang keras. Kamu yang sabar”

No comments:

Post a Comment