"pesan masuk"
dahiku mengkerut. kedua alisku bertemu. untuk pertama kalinya aku heran ada pesan masuk pukul 23.55. se malam ini siapa yg kirim pesan? tanya dalam hatiku. kubuka kunci layar handphone putih yang akhir-akhir ini mulai sering masuk "rumah sakit" karena meriang.
nomor baru? siapa?
"malam ini begitu dingin. sampai-sampai ingatanku ikut menciut pada kenangan2 ketika denganmu. bidadari yang tertinggal di bumi. maaf, bukan betmaksud membangunkanmu selarut ini demi pesan tidak penting ini. aku hanya ingin minta maaf karena sempat menjadi harapan yang pupus bagimu. maaf karena aku lancang masuk rumahmu sebelum kau izinkan, dan pergi sebelum kau izinkan pula. aku bukan ingin mengajakmu kembali, aku hanya ingin mengucapkan maaf dan terimakasih karena telah menjadi kekasih terakhirku. biarlah aku tebus semuanya sendiri. selamat tidur bidadari kecil"
aku menarik napas panjang. kubentangkan selimutku dan bersiap tidur. na'as... pesan tadi membuat mataku enggan tertutup. sepertinya ada proyektor di otakku yang memmuat film dokumenter ketika aku denganya. bercanda. menangis. berharap. membetulkan tekukan lengan kemejanya. membawakan sarapan. membuatkannya kopi. memilih rumah impian. marah. hampir semuanya menabrak katup mataku hingga enggan tertutup.
wajahnya... senyumnya... padahal nyaris setahun kami tidak saling berkomunikasi, tidak secara langsung dan melalui pesan online. bahkan aku telah menghapus semua hal yang berhubungan dengannya. nomor telpon, email, sosmed, foto, apapun tentangnya sudah tidak ada disekitarku. kecuali perasaan ini.
ingatan membawaku terbang ke waktu yang begitu pelik. ketika terakhir kami saling berkirim pesan dan saling mengucapkan selamat tinggal.
"aku telah melakukan kesalahan besar. izinkan aku bersujud dikakimu. semoga hatimu cukup luas untuk memaafkan segala khilaf yang setahun ini aku lakukan. bukan kamu yang salah. kamu bukan kesalahan seperti yang sering kamu bilang. kamu terlalu baik untuk dijadikan sepotong kue kuning di meja kerjaku"
pesan itu... rasa sakitnya kembali terasa. kenapa harus hadir lagi di hidupku setelah aku hampir bisa menyembuhkan rasa sakitnya. kenapa?
"terimakasih..."
hanya itu yang sanggup aku ucapkan.
umurku 23 tahun. aku sudah meninggalkan tempat dimana aku dan dia dipertemukan untuk pertama dan terakhir kalinya. kuputuskan malam ini aku tidak tidur saja. kalaupun tidur, aku yakin akan bermimpi tentangnya atau malah membuat kenangan baru di dalan mimpiku. kuseduh segelas kopi hitam sedikit gula. kakiku melangkah ke beranda belakang rumah. sepasang buku dan pena kuletakkan diatas meja didekatku.
7 Agustus 2014
ketika malam panjang nyaris membuaiku, aku disentak oleh sebuah tanya yang menjagal kelopak mataku. "kekasih terakhir?" siapakah gerangan yang pantas dipasangkan mahkota kebanggaan itu. aku? atau orang lain. kenangan memang satu2nya pembunuh paling menyenangkan di dunia ini.
malam ini... dadaku remuk olehnya. seseorang yang tak disangka datang, tak diizinkan pergi, dan sekarang tak disangka datang lagi membawa palu besar yang menghantam dadaku, tepat didenyutan jantungku. seseorang yang tidak dapat kujelaskan. seseorang yang selalu saja menjadi deskripsi cinta ketika itu. kue kuning. kesukaanmu kan? dan aku hanya menjadi sepotong saja diatas meja kerjamu ketika itu.
kau ingat? ketika itu aku tidak siap menerima kedatanganmu. tapi kamu selalu saja datang meski telah kuusir berulang kali. kau bilang aku dipilih oleh hatimu, bukan oleh dirimu sendiri. bukan oleh matamu, juga bukan oleh kebiasaanmu.
"Ay, kamu tahu, terkadang kita memang dihadapkan dengan kenyataan bahwa kita hanya dipertemukan dengan orang yang kita cintai, yang membuat kita nyaman, tapi tidak dipersatukan ketika itu. aku tahu, saat ini keadaan kita begitu pelik, dan kamu begitu baik mengerti semuanya. aku anggap kamu adalah kado spesial dari Tuhan. terimakasih ya" katamu waktu itu. ketika kita dalam perjalanan pulang.
"dan kamu juga harus tahu, bahwa aku tidak pernah mengizinkan laki2 sepertimu hadir di hidupku sejauh ini. tapi, denganmu semua harapanku terasa begitu dekat. aku harap kamu bisa menghargai itu"
aku tidak sanggup melanjutkan tulisan ini. kuputuskan untuk menutup lagi buku ini dan menyimpannya kembali kembali di dalam laci seperti semula.
Tuhan.... bagaimana mungkin setelah setahun berlalu, rasa sakitnya masih saja terasa. bahkan setelah dia kembali dengan ucapan maafnya. bagaimanapun, aku tidak benar2 sadar bahwa selama ini luka itu belum kering sepenuhnya.
"kini... kubiarkan sisa kenangan ini terbang bersama debu jalanan. terserah dimana ia mau singgah"
No comments:
Post a Comment