Monday, February 3, 2014

Ladang tanpa ilalang - sebuah fiksi tentang hati

ada kalanya ilalang harus ditebas mati karena dianggap mengganggu. tapi lihatlah, akarnya tak pernah benar-benar mati #AnisaAyumi

"bolehkah gadismu menangis, bunda? aku lelah dengan anekdot dunia ini yang tak kunjung habis. aku lelah dengan kehidupan yang terus mempermainkan perasaanku. aku tidak sekuat rumput liar itu, bunda" ucapku dengan pundak yang naik-turun semakin tidak beraturan. air mata ini sebagai saksi bahwa gadis yang bunda bilang kuat seperti ilalang harus menyerah pada perasaan rindu terhadap manusia yang ditakdirkan kehidupan terus menghujam hatinya

"menangislah, sayang. tangisanmu itu bukti bahwa kau begitu kuat. akarmu semakin kokoh. kau tidak pernah benar-benar lemah sekarang. bunda yakin" pelukan kali ini membuat hujan tak terasa dingin. angin terasa hanya dingin diantara jemari dan telapak tanganku. bunda... apa maksudnya

"aku tidak sekuat itu, bunda. tidak" ucapku tak lagi jelas. bibirku kelu, gemetar melafalkan setiap kata ini

"kau tumbuh dewasa lebih cepat dari usiamu, tanpa sadar Tuhan melatih hatimu untuk kuat seperti orang-orang dewasa. sadarlah, anakku, disini semua tumpuanmu berada. disini kau bisa menjadi siapapun yang kau mau. keluarkan air matamu semampumu, karena itu tidak akan mempengaruhi kekuatan batinmu. kamu tetap anak bunda yang tegar" jemarinya perlahan menggenggam tanganku, meletakkan diantara kedua paru-paru, tempat dimana Hati yang orang-orang bilang berada.

kali ini, segala rasa itu berkecamuk menjadi bumbu terpahit. mencoba (sok) menjadi obat padahal rasanya saja mencekat lidah. adakah yang dapat dibanggakan dari seseorang yang berulang kali harus menelan obat karena "sakit" selain sahabat-sahabat dengan ucapan "semoga lekas sehat kembali"?

sekarang, pasien ini tidak ingin dirawat lagi. biarlah ayat-ayat Tuhan yang membantunya sedikit tenang untuk kemudian sehat dengan sendirinya. setan telah mengahasut telingaku untuk mendengarkan nyanyian menyakitkan. seperti pasukan tapi tanpa komando, air mata gadis bunda ini mengalir tanpa sebab, merasakan bulir-bulir perasaan yang semakin menyakitkan. memendam, menancapkan, mengabadikan seorang diri, memimpikan, membahagiakan diri dengan menganggap seolah-olah besok segala hal akan berubah. BODOH!

tidak, ini bukan kebodohkan kesekian yang anak cucu adam lakukan. aku hanya ingin merasakan perasaan itu mengakar semakin dalam. biarlah yang mereka lihat ilalang itu tak benar-benar ada seperti yang tulisan-tulisanku katakan. biar hanya di sini saja segala hal berpacu semakin cepat hingga kadang sedikit sesak.

bunda... andai bunda tahu, anak perempuanmu tidak benar-benar tumbuh kuat seperti yang bunda harapkan. yang sebenarnya kuat adalah bunda, bukan aku

sincerely, me

No comments:

Post a Comment