Sunday, January 19, 2014

sementara itu...

bismillahirrahmanirrrahim...
Pernahkah kita sadar bahwa kita berada di satu lingkran waktu dengan titik koordinat yang berbeda namun dengan satu titik yang sama? Ya, aku mengalaminya. Sering aku berpikir bahwa aku telah berpindah posisi dari satu hal ke hal lain yang menurutku berbeda. Nyatanya aku masih saja memutari hal itu-itu saja, walau posisinya beda.

Tau maksudnya apa?

Selama ini ternyata aku berkutat dengan siklus yang sama, dengan topic yang sama. Hanya saja lawan main dalam scene itu berbeda-beda. Mungkin ini salah satu kelemahanku sehingga Tuhan perlu menguji lebih dari dua kali. Nyatanya aku masih saja lemah dengan hal satu ini.merasa butuh padahal kenyataannya aku cuma Sok Tahu. Sok menggurui diri sendiri, merasa paling tahu padahal kenyataannya tidak.
Siklusnya hati itu sama. Dimulai dari harapan, lalu dihadirkan pemeran pembantu yang seolah membuat harapan itu akan terwujud. Muncul siluet bahagia, ingat! Ini hanya siluet. Bukan cahaya yang sebenarnya. Perlahan ada kecewa yang diikuti sakit berkepanjangan. Akhirnya kau tau bahwa saat ini kau tengah merasakan sakit hati. Bodohnya manusia tak sadar dan masih menganggap bahwa itu hanya batu krikil menuju bahagia. Tidak ada salahnya memang, tapi, ada kalanya kita pun harus menghitung mundur, sedikit mengambil langkah kebelakang untuk memastikan bahwa lompatan kita tepat sasaran. Terkadang yang kita anggp baik bukanlah sebaik-baik keputusan seperti yang Tuhan jalankan. Manusia memang sombong. Selalu menganggap diri ini lebih tau tentang apa yang bisa membuat kita bahagia padahal justru jalan yang kita anggap akan berakhir bahagia adalah suatu proses berulang yang sangat menyakitkan.
Pernah berpikir bahwa saat ini, di luar sana tengah ada seorang manusia yang memikirkanmu, mengharapkanmu, mendoakanmu lebih dari setengah waktu ibadahnya, atau sekedar menceritakanmu tentang perasaannya yang begitu ingin bertemu denganmu melalui bulan? Padahal nyatanya bulan masa bodo dengan celotehnya. Atau perasaan rindu yang terpaksa dihanyutkan bersama rinai hujan karena tak sanggup menghabiskannya dengan air mata. semua manusia menganggapnya sebagai pengorbanan untuk seseorang yang dicintai. Hanya saja terkadang kita salah kaprah dengan segala rasa sakit yang Tuhan hadirkan. Kita menghardik pada hal yang kita sendiri belum tahu hikmah dan mudaratnya apa.
Kita tidak tahu seperti apa kondisi hati kita saat ini sehingga kita pun tak tau obatnya apa. pemilik hatimu adalah tabib yang mengobati segala luka, segala lara, segala kesedihan lalu yang tak sanggup kau sembuhkan seorang diri. Itu anugerah Tuhan. Sayangnya manusia hanya terfokus pada rasa sakit hingga tak sempat memikirkan apa yang dirinya butuh.
Pernah berfikir orang yang saat ini kita rindukan akan merindukan kita juga? Apakah dia kan melakaukan hal yg sama, menghabiskan waktunya semalaman untuk mengungkapkan rindunya secara konyol pada angin malam? Nyatanya kita sering tak sadar sedang dibodohi oleh perasaan tak bertuan.
Ketika seseorang pergi, tangisilah ia sebentar saja, buatlah sedihmu terfokus hingga tak tersisa sedih sedikitpun esok paginya. Tapi jangan kau lanjutkan. Tubuhmu, jiwamu, hatimu butuh seseorang yang bisa menjaganya dan yang pasti bukan dia yang jelas-jelas telah Tuhan jauhkan dari dirimu. Jika berjodoh, apapun hal buruk yang menimpa kau dan dia di tengah penantian, pastilah akan terbayar tuntas setelah akad datang.
Yang saat ini kita butuhkan adalah percaya bahwa segala rasa sakit saat ini hanyalah siluet yang tetap akan berakhir bahagia. Orang besar bukan terlahir sebagai orang besar. Orang besar terlahir sebagai orang kecil kemudian keinginannya untuk menjadi besarlah yang membuatnya tumbuh menjdi manusia yang besar.
Jagalah sebaik mungkin hatimu, karena boleh jadi saat ini tengah ada setengah hatimu yang tengah berjalan mendekatimu. Seringnya kita terfokus pada seseorang yg sempurna untuk menemani hidup kita, tpi kita lupa mempersiapkan sebaik mungkin tempat yang akan ditempatiny setelah ia datang. Buatlah ia senyaman mungkin di sisimu agar ia tak jengah dan enggan pergi dari singgsananya.


Sincerely, Ayumi

No comments:

Post a Comment