Wednesday, January 1, 2014

Who do you think you are?

Dear, Tara
Aku pernah bertanya pada hujan, pada langit, pada udara, pada diri sendiri, kenapa harus kamu yang terlihat mataku sementara banyak orang lain yang lebih sempurna darimu. Aku juga pernah bertanya pada setiap artikel yang di tulis orang-orang tentang tanda-tanda orang yang jatuh cinta. Jawabannya tetap nihil. Aku tidak menemukan apa-apa selain air mata. pernah kah ada selintas pikiran di otakmu bahwa gadis yang saat ini sedang menunggumu memetikkan bunga lili untuknya ini bukan hanya berharap kau datang saat musim gugur dengan seperangkat nyawa dan jasadnya saja? Ya, aku ingin ada bunga lili di tanganmu, dengan senyum merekah yang turut kau hadirkan.
Tara, dari sekian banyak orang, entah kenapa aku berani menangisimu, entah kenapa ada saja hal-hal sepele yang membuatku sakit dan menangis. Padahal siapalah saya? siapa kamu? Kita hanya dua manusia yang ditakdirkan bertemu dan berinteraksi lebih lama kemudian kau yang perlahan mengakar dalam hati ini. tidakkah kau sadar. Tara, gadis yang kau minta untuk berjuang bersamamu ini telah merelakan siapapun orang di masa lalunya, yang pernah menyakitinya, yang pernah melukainya, yang pernah membahagiakannya, atau yang sekedar menawarnya untuk menjadi teman hidup, demi kamu. Iya, demi keinginan untuk belajar mencintaimu. Walaupun pada akhirnya proses belajar itu lagi-lagi hanya ilusi darimu.
Apakah ini hanya settingan, Tara?
Apakah aku hanyalah alat peraga? Yang selalu ada saat kamu butuh, yang tidak protes ketika kau sakiti, yang tidak pernah meminta kau tinggal lebih lama, yang tidak pernah memaksa kamu untuk selalu ada. Apa begitu? Betapa sedihnya aku jika jawabnya, iya.
Mungkin hanya aku, AKU, Tara, di dunia ini perempuan yang sangat yakin janjimu adalah nyata padahal kau sendiri tidak yakin janji itu akan mampu kau penuhi. Cuma aku, Tara, perempuan yang tidak meminta ruang lebih di hidupmu. Hanya aku, wanita yang rela selalu bersembunyi dibelakang namamu sementara kau sangat bebas menyimpan siapapun di hatimu, siapapun. Bahkan tanpa aku tahu.
Bisakah tidak menyakiti hatiku (lagi), Tara?
Setiap hari di hidupku aku selalu belajar melepas masa lalu, menggantinya dengan catatan-catatan yang akan kita wujudkan bersama (nanti).
Setiap harinya aku belajar menerimamu dengan segala posisiku yang “mungkin” ala kadarnya di hidupmu.
Setiap hari aku belajar mengingatmu, agar tak teringat segala rasa sakitku yang dulu, agar hanya engkau yang aku utamakan.
Tapi kenapa kau tidak, Tara?
apa aku hanya menjadi hal penting di saat-saat tertentu saja? Ketika kau sendiri misalnya, atau kau tengah dalam masalah. Aku tak pernah pergi dari posisi yang kau izinkan, tapi kenapa kamu tidak bisa mulai menghargai aku sebagai orang yang setidaknya saat ini tengah di hidupmu? Sebegitu tidak pentingnya aku? bukankah kau bilang kau tidak pernah punya tempat untuk orang di masa lalumu, lalu kenapa aku tidak pernah menjadi istimewa di setiap tulisanmu, di gambarmu, di sajakmu, seperti masa lalumu yang tidak pernah lekang di hari-harimu.
Jika memang aku tidak pernah berpengaruh apapun untuk hidupmu, sepertinya aku hanya akan menjadi parasit kalau terus-terusan memintamu menganggapku ada, sementara kau sendiri (sepertinya) belum menginginkan aku menjadi bagian hidup yang bisa kau ceritakan pada orang-orang suatu saat nanti.
Angin malam selalu begitu
Selalu sendu dan tak tahu malu
Walau pekat menyembunyikan air
Biarlah aku seka sendiri setiap darah ini
Biarkan malam bawamu lelap
Biar aku sendiri

Biarkan dengan luka ini saja

with love, Rainy

Note: ini adalah cerita fiksi, mohon maaf jika ada nama yang sama. peace :D

No comments:

Post a Comment