Wednesday, April 23, 2014

Cinta-nya Bunda



Ini sabtu malam yang kata teman sebayaku waktunya kunjung pacar tapi, entah kenapa tidak ada sedikitpun ketertarikan untuk melakukan atau sekedar menerima tamu yang berkunjung di sabtu malam walau katanya silaturahim. Layar televisi di depanku rasanya lebih dari cukup. Terlebih suara lantuanan ayat Al-Quran yang adik dan bunda baca seperti senandung lagu yang tak aada habisnya. Kupejamkan mata ini sambil menikmati bacaan kedua orang istimewa ini.
Sejak setahun lalu, adikku berusaha menghafal Al-Quran dan ingin masuk pondok pesantren, sedang bunda, beliaulah malaikat dunia yang tak pernah habis mengingatkan untuk selalu baca Al-Quran, shalat Dhuha, Istikharah dan Tahajud.
“ coba ayah masih ada ya bun, pasti kalo baca surat Ar-Rahman bagus sekali” celetukku selesai bunda membaca Al-Quran
“ ayahmu itu nak, orang paling bisa membuat bunda tenang. Ngajinya bagus, adzannya bagus, tulisannya bagus... “bunda tidak melanjutkan. Bibirnya membentuk senyuman manis, persis remaja yang sedang dilanda cinta
“ tapi ayah dulu kan play boy bun, kata nenek aja pacarnya dulu banyak, sudah melamar bunda pun masih ngajak pacarnya jalan mlam mingguan. Kok bunda masih mau sih sama ayah? “ ku dekatkan dudukku ke arah bunda, ku ambil mushaf yang sedari tadi di pegangnya kemudian meletakkannya diatas meja
“ bunda juga ndak tau. Tapi waktu itu bunda yakin, kalo ayahmu itu jodoh bunda, pastilah dia tetap akan menikahi bunda. Setelah menikah ayahmu itu ndak nyeleweng kok, sayangnya malah kebangetan sama bunda “
“ tapi kan ayah itu keras kepala sekali bun? “ tatapku heran
“ karena mungkin bundamu ini bisa sabar makanya Allah kasih pasangan yang keras untuk menguji bunda. Tapi gitu-gitu ayahmu itu baik kok hatinya. Masa kamu nggak bisa ngrasa to nduk “
Ah, bunda benar. Aku baru sadar ahwa terkadang ujian itu bukan datang pada hal yang kita benci, melainkan pada diri seseorang yang teramat sangat kita cintai. Mencintai tak selalu perlu alasan, bukan? Malam ini aku memikirkan betapa cinta bunda semakin membuncah setiap harinya. Ayah bukan orang yang penyabar seperti bunda. Malah sifatnya jauh berkebalikan. Tapi, hingga ayah tiada pun rasanya wajah ayah tak hilang-hilang jua. Ini aku tahu setelah bunda mengaku bahwa ada lamaran seorang duda yang ia tolak.

Jatuh cinta itu sederhana dan tak pernah sakit, jika pada tempat dan orang yang tepat.

4 comments: