Bismillahirrahmanirrahim...
Allah tidak pernah salah meletakkan waktu yang akan dilalui
manusia, entah itu saat yang membahagiakan, menyedihkan, mengecewakan, atau
mengagumkan. Jika bicara salah, bukan takdir yang patut dikambinghitamkan
sehingga manusia berhak menuntut keadilan dengan se-adil-adilnya. Sedang
definisi adil menurut manusia adalah tercapainya segala keinginan tak pandang bulu. Keniscayaan takdir seperti sebilah pisau yang
tajam. keberadaannya begitu penting, namun, sebagian lain
menganggap itu berbahaya. Pun dengan selembar baju yang kotor atau rusak.
Sebagian menganggapnya terlalu buruk untuk disimpan atau dikenakan, namun bagi
mereka yang memahami maksa takdir, ia akan mengerti untuk apa semua kejadian itu
dilimpahkan padanya.
Seperti halnya analogi-analogi diatas, aku-pun hanya seorang
manusia yang dikelilingi ribuan setan disekitarnya. Tak mungkin selamanya hanya
ada prasangka baik yang muncul manakala ada kejadian yang (menurut manusia) tak
masuk akal menimpaku.
Kalau ditanya, pernahkah berpikir bahwa Allah tidak adil
dengan hambanya? Jawabannya SERING. Jika ditanya, pernahkah merasa benci dengan
setiap kegagalan yang hadir bertubi-tubi? Jawabannya PERNAH. Pernah merasa
kecewa terlahir sebagai seorang wanita? YA. Dan, kalau ditanya lagi pernah
merasa bosan menjadi seorang muslimah? Jawabannya PERNAH.
Naudzubillahimindzalik.
Inilah manusia yang dilumuri khilaf, yang hatinya pernah
tertutup kebencian atas takdir yang dituliskanNya begitu indah. Jujur, menjadi
pemaaf itu begitu sulit. Terlebih memaafkan kesalahan diri sendiri. Sekali lagi
hanya Allah yang tahu betapa bejatnya wanita ini ketika itu.
Begitupun ketika aku tahu bahwa Allah menitipkan suatu
“keajaiban” dalam diriku, yang dengannya aku begitu rindu dengan sujud-sujud
panjangku, yang dengannya aku merasakan syahdu dalam rinduku, yang dengannya
aku menjadi takjub dengan firmanNya, yang dengannya aku merasakan candunya cinta, yang dengannya aku merasa beruntung telah
dianugerahkan hal yang menurut mereka begitu menakutkan (walau akupun pernah
merasa takut atas titipan itu). Setiap detik aku memikirkan bagaimana jika
titipan itu diambil bersama dengan yang dititipi? Mengingat betapa takdir tak pernah
salah memilih waktu dan kejadian. Aku hanya ingin menjadi perempuan yang tidak
dianggap tak tau diri.
Takdir itu begitu dekat. Tidak ada prediksi yang lebih indah
dari yang Allah tuliskan bagi setiap hambaNya.
Sekarang, aku hanya bisa menikmati “rasa” yang setiap
detiknya menjalar seperti listrik yang dialirkan kedalam tubuh. Ini rahasia
yang ingin Allah jawab suatu saat nanti. Aku siap menyambut kejutan-kejutan itu
:’)
“Ya Allah… entah
besok, lusa atau waktu dikemudian hari, aku pasti akan pulang kepadaMu. Tolong
jaga siapapun yang tertinggal disini, apapun yang kutinggalkan disini, apapun
yang telah kumulai disini. Aamiin” ~ Anisa Ayumi
Barokallahu fi umurik, Ayumi...
No comments:
Post a Comment