"bisa, tapi efeknya membahayakan" jawab Dokter Fatma
entah sudah berapa kali aku masuk ruangan ini. berdiskusi. mencari solusi. mencari-cari penyakit apa yang sebenarnya hinggap di tubuh ini. aku, Annisa. perempuan 20 tahun dengan riwayat sakit yang ada-ada saja. aku tidak menganggap bahwa ini kutukan. aku anggap ini sebagai penggugur dosa, atau salah satu jalan pahala. walau tak jarang aku mengutuk keadaan di tengah khusnuzhon yg selalu kuupayakan.
"sudah dibicarakan tentang usul saya kemarin ke ibunya?"
"belum, Dok. tapi untuk masalah itu memang saya sudah sering komunikasikan dengan ibu. sayangnya, sepertinya belum ada sinyal yg kuat dari keluarga"
"tapi, obat terakhir yang saya kasih itu dosisnya sudah tinggi untuk takaran gadis yg belum menikah"
lama sekali aku duduk di kursi tunggu Rumah Sakit ini. antara berfikir, melamun, dan sedih kurasa tak ada bedanya. aku masih harus minum obat lagi. itu kesimpulan terakhirku.
***
lima bulan setelah hari itu aku tak kembali ke ruang periksa Dokter Fatma lagi. bukan merajuk, aku mencoba ikhtiar lagi ke dokter lain. dan entah ini sudah dokter ke berapa yang ku datangi.
"saya melihat memang ada sedikit keanehan di rahim nyonya Annisa ini, suaminya tidak ikut kah?"
"saya belum menikah, dok"
"loh, ini susternya nulis nyonya, bukan nona. untuk pertama saya kasih obat ini (menulis salah satu nama obat), resepnya saya kasih untuk seminggu, 2 minggu lagi coba kembali lagi ya"
"baik, dok"
lagi...
aku pulang tanpa solusi, selain obat.
dan, pilunya aku nyaris putus asa di kursi tunggu Dokter Rahmi.
***
"saya mau di operasi, dok" kataku sebelum doker Fatma memulai usg di rahimku
"kenapa tiba-tiba minta operasi? saya nggak rekomen lo" kedua alis Dokter Fatma nyaris bertemu.
"saya capek, dok. maaf kalo saya lancang, 5 bulan ini saya nggak cek up lagi karena saya mau dengar pendapat dari dokter lain. rupanya sama saja. solusinya kalau tidak operasi ya menikah"
"memang begitu, dek. usiamu baru beranjak 21. kalo operasi jujur saya nggak rekomen. kalo menikah ibumu belum kasih yes. saya juga bingung"
"tapi ndak apa-apa dokter, di operasi saja"
"nak, sudah saya bilang berapa kali kalau operasi ini rentan gagal karena posisi ini (sambil memperlihatkan gambar kelainan pada rahimku) memang tidak seperti endomet biasa"
untuk pertama kalinya aku menangis di depan dokter Fatma.
"tolonglah, dok. saya ndak punya solusi lain. saya lelah, dok"
"sabar, nak. saya tahu kamu pasti bimbang, tapi, lihat jilbab yang kau kenakan. kau taat pada Allah kan? yakin bahwa semua permulaan ada pengakhiran, kan? mungkin kita kurang dekat dengan Dia. coba dekati yang kasih penyakit ini"
akhirnya, aku pulang dengan sebuah solusi baru. buru-buru aku pulang ke kostan. resep yang dilampiran Dokter Fatma pun tak ku pedulikan lagi.
***
"Assalaamu'alaikum, selamat siang, dok..." salamku ketika masuk ruang periksa yang entah sudah berapa bulan tak ku kunjungi lagi
"wa'alaikumussalam, maa sya Allah, annisa... apa kabar, nak? hampir setahun nggak periksa lagi, gimana sakitnya?" tampak raut wajah terkejut dari dokter Fatma, dokter yang menjadi partner ikhtiarku 3 tahun terakhir
"alhamdulillah, baik dok. sakitnya sudah saya abaikan, setelah periksa terakhir waktu itu, saya selalu ingat nasihat dokter. saya pikir mungkin benar, saya kurang dekat, masih banyak dosa yang belum saya minta ampunkan. makanya saya lebih memperbaiki diri, dok. karena saya pikir sudah cukup ikhtiar beberapa tahun tapi tak kunjung sembuh juga"
"baguslah kalau begitu, saya turut senang mendengarnya. ngomong-ngomong ini keluhannya apa? masih sama?"
"iya dok, sudah hampir 2 bulan ini rahim saya mulai sakit lagi. menstruasinya jg ndak ancar dok, cuma flek, dan nggak sampai seminggu"
"coba kita lihat ya"
kembali... aku bertemu dengan seperangkat usg ini lagi.
"Annisa..."
"iya, dok"
"kenap rahimnya berubah ya"
"berubah gimana, dok?"
"terakhir hasil usg nya ndak begini. endomet nya nggak kelihatan, tapi..."
"tapi, kenapa dok?"
"ada tanda-tanda kamu hamil. memangnya kamu sudah menikah?"
"serius dokter? endometnya hilang?"
"iya, coba lihat, kemarin ada di daerah sini (sambil menunjuk salah satu sisi dinding rahim). sekarang nggak ada. sama sekali nggak ada. tapi kamu belum jawab pertanyaan dokter, kamu sudah menikah?"
"alhamdulillah, dok. lima bulan setelah pemeriksaan terakhir ada seorang laki-laki yang melamar daya, dok"
"barokallahu.. berarti benar, kamu hamil, nak. alhamdulillah, usia kehamilannya masuk minggu keempat"
"tapi kenapa rahim saya sakit, dok?"
"itu wajar, penderita endomet memang sedikit ada keluhan di daerah rahim ketika hamil. tapi itu bukan masalah besar. asal jangan terlalu lelah, asupan nutrisi cukup, serat jg cukup, in sya Allah akan baik-baik saja"
***
sungguh bertubi-tubinya nikmat ini menggempurku, hingga hatiku takjub dengan caraNya mencintaiku. diri yang nyaris putus asa hingga pernah menyalahkan takdir ini justru diberi hadiah begitu indah setelah mau kembali mengingat dosa. penyakitku hilang. aku dihadiahkan suami yang in sya Allah soleh. dan, calon anak yang akan kuajarkan sabar dan syukur di dalam rahimku.
"Mas, Aku hamil" kataku menjelang tidur
note: kisah ini fiksi ya, FIKSI. 40% kisah nyata, 60% nya khayalan belaka. hehe jangan terpanjing judul
No comments:
Post a Comment