“Apa perlu
kubuat dunia ini terbalik agar kau sama sekali tidak melihat mereka yang
membuat matamu menatapnya lebih lama?” – Abang
Sejujurnya aku cemburu,
pada orang-orang yang mampu membuatmu begitu
antusias hingga bersorak-sorai menyambut kedatangannya meski ia hanyalah
seorang bayi.
Sejujurnya aku cemburu,
dengan mereka yang bisa membuatmu nyaman
diperaduan pundaknya. Meski ia adalah sahabatmu.
Sejujurnya aku cemburu,
dengan mereka yang tidak bosan dengan celotehmu
yang tak ada habisnya meski sebenarnya memang kau begitu menggemaskan.
Bahkan, aku cemburu pada setiap dosen atau pemateri yang mampu membuat matamu diam tak bergeming, membius mulutmu, bahkan membuatmu berani bicara dengan lantang. Kenapa tidak bisa melakukan itu juga padaku? Padahal aku cukup cakap berbicara ketika menjadi pemateri di seminar kemahasiswaan. Apa aku tidak cukup menarik?
Tapi, jujur, dari lubuk hatiku terdalam ada
sedikit ganjalan yang sulit untuk aku bilang. Kau seperti kantong rahim yang
begitu spesial. Tapi, entah mengapa kadang para Ibu mengeluhkan sakitmu ketika
mereka mengandung dzuriatnya.
Bagiku begitu.
kau sangat istimewa, tapi, sering aku merasa
sebal dengan suaramu yang berisik, dengan tingkah polahmu yang ada-ada saja, dengan
guyonmu yang licik, dengan tawa lebarmu yang begitu menyebalkan. Kau tahu,
cubitanmu di lenganku itu sangat sakit. Gigitanmu sangat pedih di pundakku
walaupun alasanmu karena kau begitu gemas denganku.
Sebenarnya kamu itu sangat menyebalkan,
tapi...
tetap saja, aku rindu segala kecerobohanmu.
Aku tetap ingin menjadi orang yang bisa
membuatmu bisa mempercayakan rahasiamu atau sekedar cerita-cerita konyol yang
kau temui didalam Transmusi, atau, menjadi pundak yang nyaman untukmu bersandar
dan tidur di bus kampus. Jujur, keinginan itu kadang membuat dadaku sesak
manakala aku hanya sanggup menatapmu dari bangku di belakangmu, mendengar gelak
tawamu dengan teman sebelahmu, memandangimu dari jauh ketika kau tidur lelap di
dalam bus. Kamu tahu, aku kadang ingin sekali memasangkan masker agar tak ada
debu yang masuk ke saluran pernafasanmu, atau, kipas yang mendinginkanmu ketika
dijalan.
Ay, walau tak ada satu orangpun yang tahu, kamu
ingat, ketika kita tidak sengaja kita duduk dibangku yang sama, dadaku begitu
bergemuruh, jantungku serasa mau copot, dan bahagianya aku karena tak lama
setelah Bus jalan kau tertidur. Kau sadar tidak, wajahmu sangat ayu, bahkan
ketika tidur. Bibirmu yang tipis itu akhirnya bisa kulihat diam dan aku suka
itu.
Ya...
Aku begitu suka memandangimu ketika tidur. Entah
sadar atau tidak, aku pernah menyimpan potretmu ketika kau tidur. Tapi, maaf, tak bisa kumuat di sini.
Ay, walau aku tau panggilan "Abang"mu untukku hanya sekedar penghormatanmu karena usiaku yang lebih tua darimu. Tapi, bagiku itu lebih dari bahagianya mendaki gunung atau menikmati sunset di Tepi Pantai. Andai itu panggilan yang kau tujukan untuk orang yang spesial bagimu, Ay.
Semoga kau tidak dan tak akan pernah tau bahwa di Bus itu ada aku yang menjagamu dari kejauhan. Semoga kau tidak tahu ada potretmu di Handphoneku. Sampai saatnya benar-benar tiba. Kalaupun tidak, aku cukup bahagia bisa mengagumimu dari jauh.
Sincerely, Rayhan "Abang" Mahendra.
No comments:
Post a Comment